Zara Binti Ridwan Kamil

Orangtuanya. Ayah Ibunya. Kita semua sebagai orangtua dari anak-anak kita. Introspeksi Diri.

Anak perempuan umur 19 tahun terbiasa hidup enak berkecukupan, jelas belum cukup bijak membuat keputusan sendiri dalam hidupnya. Apalagi dia masih belum sembuh trauma dan kesedihan atas musibah keluarga. Belum healing, malah dilepas sendirian sekolah di Eropa. Ketemu lingkungan baru yang menggoda. Jauh dari orangtua, jauh dari komunitas agamanya, maka sunnatullahnya terjadi.

Refleksi, upaya melihat hikmah.

Sekolah Islam sejak TK bukan jaminan keimanan seseorang setelah dewasa, ya Bund. 😊

Kadang, tindakan orangtua kelihatan bertolak belakang dengan cita-cita. Harapan dan doanya “semoga jadi anak soleh/sholehah ya Nak,” tapi tindakannya: nyontohin joget TikTok, diikutkan lomba pragawati baju seksi (dipujapuji pulak), diperdengarkan musik² orang dewasa… bukannya disenandungkan sholawat, diperdengarkan muratal, ditemenin nyimak dongeng para nabi dan orang saleh dsb.

Disekolahinnya di sekolah yang lingkungannya borju dan “liberal” …. bukannya sejak dini dikondisikan untuk masuk pesantren. Kalau pun belajarnya di sekolah umum, panggil guru ngaji ke rumah, privat, intensif demi pondasi keimanan anak. Apalagi anaknya cerdas, guru-guru agamanya juga harus mumpuni menalar agama ke anak, sehingga anak memahami agama bukan sebatas hafalan atau ancaman masuk neraka, tapi karena konsekuensi logis sehingga ia cenderung mengejar cinta Tuhannya.

Orangtua bertanggung jawab memilihkan lingkungan yang saleh demi menjaga keimanan anak.

So, sudah relevan belum, gaya mendidik anak-anak kita selama ini dengan cita-cita berketurunan yang saleh? Kalo belum, masih ada waktu banyak taubat dan minta pertolongan kepada Allah. Orangtua yang suka bertaubat, sungguh-sungguh dalam taubatnya, dan menyibukkan diri dengan ketaatan, niscaya Allah beri pertolongan dari jalan yang tidak disangka.
Wallahu a’lam bish showâb.

Tinggalkan komentar