Boikot itu NGARUH, Brayy


Tadi pagi sempfet lewat beranda YouTube aku tayangan live kuliah Subuh seseprofesor yang mengkritisi fatwa MUI dan komentar, “Kalo karena boikot itu badan jadi bau karena mandi ga pake sabun keramas ga pake sampo, dan kalo gegara boikot itu perusahaannya bangkrut karyawan (sodara sendiri) diPHK, kita rugi tiga kali dong. Boikot gak ngefek. Negara-negara di timur tengah nggak ada tuh boikot-boikot. ”

Saya jadi susah banget positive thinking ke orang ini. Professor kok kayak gitu analisisnya? Emang belom tau, emang belom terima data, kalo banyak produk UMKM, produk lokal berkualitas baguss, yang tidak terafiliasi dengan negara pendukung genosida? Mustika Ratu, Sari Ayu, Rudi Hadisuwarno, Natur Pencuci Rambut, Viva, Herboris, MBK, Harum Sari, HNI, dll. Banyak produk lokal yang bagus. Prof ajaa yang kuper. Atau orang yang ngeluh ama Prof, yang kuper, atau sombong, atau masih punya mental block?

Mosok iyâ sekelas profesor bisa senaif itu? Emang belom dapet infonya, negara-negara barat rame mahasiswa dan rakyatnya protes, keberatan kalo pajak mereka dipake buat bunuhin anak-anak Palestina? Emang belom lihat aksi mereka boikot sampe masuk-masuk ke restoran dan kafe pendukung genosida, kampanye, edukasi ke pengunjungnya. Mereka nggak sok iyeee mikirin karyawan.

Emang kalo si prof naik taksi online, mikirin nasib abang bajaj? Emang kalo dia belanja di supermarket, mikirin nasib pedagang di pasar? Emang kalo dia ngopi di kafe pendukung genosida, mikirin nasib kang kopi starling? Emang kalo dia makan di restoran pendukung genosida, mikirin nasib karyawan warteg?

Emangnya negara-negara Arab itu kiblat kemanusiaan kita? Lahh TKI aja masih banyak yang terzalimi majikannya, ngeriii denger cerita korban. Kenapa para Nabi dan Rasul diutus di jazirah Arab..?  Ya karena watak tabiatnya, kaum ‘Âd, Tsamud, dll. Kaum yang menormalisasi pelanggaran, kaum yang melakukan kerusakan besar di muka bumi, kaum yang cenderung  menyalahgunakan kehendak bebasnya. Kekhalifahan Usmani jatuh juga salah satu penyebabnya adalah pengkhianatan sebuah suku di Arab yang berjabatan tangan dan berpelukan dengan Inggris, demi kepentingan politik, demi birahi kekuasaan.

Kalo dibilang gak ngaruh, buktinya banyak perusahaan terafiliasi pendukung genosida, cabangnya di beberapa negara terpaksa tutup. Bangkrut. Artinya, aksi boikot itu NGARUH! Minimal bikin oleng modal mereka produksi senjata pembunuh anak-anak Palestina. Mantan karyawan-karyawannya masih bisa hidup, masih bisa makan. Tapi warga Palestina mati dan kelaparan, gak punya pilihan lain.

Aksi boikot itu just another level of humanity. Tidak semua orang diberi paham. Tidak semua orang boleh diajak. Biar kami saja. Anda tidak diajak, Prof.

Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah Al-Adzhîm, wa atuwbu ilaih. La haula wa la quwwata illa billah.

Film “Tuhan, izinkan aku berdosa”

Kemarin nonton film “Tuhan, izinkan aku berdosa” yang disutradarai Hanung Bramantyo. Film yang diadaptasi dari novel berjudul “Tuhan, izinkan aku menjadi p*” karya Muhiddin M. Dahlan ini mengalami banyak perubahan dari karya aslinya. Hanung memilih konflik lebih tebal dan besar, motifnya pun diperlebar sehingga menjadi suguhan yang menarik untuk difilmkan.

Nidah Kirani muslimah mahasiswi cerdas dari keluarga miskin yang berusaha mencintai Tuhannya tetapi terjebak dalam kelompok Islam radikal (kasus bom bunuh diri). Bukan cinta namanya kalau belum melalui berbagai cobaan. Ia mengalami ujian kekecewaan demi kekecewaan yang berujung pada kemarahan dan menggugat Tuhannya. Kiran memutuskan untuk berada di posisi melawan Tuhan, dan pilihan hidup ini harus dibayar sangat mahal.

===

Baik novel maupun filmnya sama-sama mendapatkan kritik pedas terutama dari kelompok “aktifis” Islam. Dalam perspektif mereka, novel dan film ini hanya menyajikan sisi gelap gerakan dakwah dan berpotensi menjauhkan masyarakat dari kajian-kajian keislaman. Bahkan, ada yang melabeli novel dan film sampah. Well,  menurut saya bebas aja sih orang-orang mau mengkritisi karya ini dari sudut pandang mana. Lebih keren lagi dibuatkan juga novel tandingan. Ajukan proposal ke produsernya Hanung dan penulis skenarionya. Jadi, masyarakat disuguhkan dua sisi: gelap dan terang (sebagai solusi dan contoh baik).

===

“Aku tidak ingin takut kepada-Mu Ya Allahh, aku ingin mencintai-Mu dengan bebas, aku ingin mencintai-Mu dengan bahagia, tanpa iming-iming surga dan ditakut-takuti neraka. “

Film ini menyindir semua pihak: anak muda  yang cerdas tapi emosional, oknum pemuka agama yang gaslighting demi kepentingan pribadi, murid-murid yang taklid buta, budaya menghakimi, orangtua yang tidak merangkul anaknya ketika anaknya kena masalah, pendidik yang bertopeng family man, dan pejabat yang berkedok agama. Semua ada di masyarakat. Bukan fiktif.

Komentar saya:

Tokoh Kinan dan Kinan-Kinan lain di luar sana perlu mengkaji tafsir surah Al-Ankabût ayat 1-6 dari banyak guru dan dari berbagai perspektif mufasir.

Wallahu A’lam.