Bagaimana pun anak-anak SCBD itu harus tetap melanjutkan sekolah. Ya sekolah seni keq, sekolah disain keq, sekolah bisnis keq. Kan banyak yang berkepentingan tuh sekarang. Jangan cuma beasiswa belajar doang. Tapi subsidi biaya hidup juga karena sebagian menjadi tulang punggung keluarga dari kegiatan ngonten.
Tempatnya juga, dipindah kemana keq gituh, yang lebih aman bagi mereka dan tidak menganggu ketertiban. Banyak gedung kosong pasca pandemi. Pemda punya otoritas. Katanya Baim Wong udah ngasih jalan tengah, katanya mau dibikinin yang professional. Mbokya “dikeroyok” gitu.
Saya sebagai orangtua melihat potensi anak-anak ini sayang dibiarkan sekedar ngonten pamer gaya hidup konsumtif dan ngerii resiko dibonceng eLj!b1Ti. Mereka banyak yang muslim lohh, tapi saya yakin pasti pada lupa sholat. Coba aja tanya, masjid atau mushola terdekat dimana ya. Pasti pada celingukan saling liat-liatan. Mak-dar-it, saya berharap ada juga pihak-pihak yang peduli pembinaan dari sisi agama juga.
Refleksi:
Orangtua harus punya ilmu dan kemampuan memotivasi anak agar tetap senang sekolah senang belajar senang sholat.
Miskin belum tentu bodoh. Banyak cerita kesuksesan anak-anak yang berlatarbelakang keluarga miskin. Ada anak tukang becak yang berhasil menyelesaikan S3. Ada Ical dari Belitong yang berhasil meraih Master di Sorbonne Perancis. Ada Alif santri di Sumatera Barat yang berhasil kuliah di Amerika. Kalo kita lihat orangtua mereka punya ilmu untuk memampukan diri, agar anak-anak mereka sekolah tinggi meraih cita-cita.